Kamis, 29 Mei 2014

IJMA’


MAKALAH USHUL FIQIH
TENTANG IJMA’




Disusun oleh : Mutoharoh


STAI AL MUHAMMAD CEPU
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AL MUHAMMAD CEPU 2013/2014




PENDAHULUAN

1.      PENGERTIAN IJMA’
Ijma’ secara bahasa berarti kebulatan tekad terhadap suatu persoalan. atau kesepakatan tentang sesuatu masalah.
 Ijma' secara bahasa juga bisa diartikan ( العزم والاتفاق ) Niat yang kuat dan Kesepakatan. Dan secara istilah berarti
اتفاق مجتهدي هذه الأمة بعد النبي صلّى الله عليه وسلّم على حكم شرعي
"Kesepakatan para mujtahid ummat ini setelah wafatnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap suatu hukum syar'."
Penjelasan :
1.      1. ( اتفاق ) "kesepakatan" yaitu  adanya khilaf walaupun dari satu orang, maka tidak bisa disimpulkan sebagai ijma'.
2.      ( مجتهدي ) "Para mujtahid" berarti orang awam dan orang yang bertaqlid, maka kesepakatan dan khilaf mereka tidak dianggap sebagai ijma'.
3.      ( هذه الأمة ) "Ummat ini" adalah  Ijma' selain mereka (ummat Islam), maka ijma' selain mereka tidak dianggap.
4.      ( بعد النبي صلّى الله عليه وسلّم ) "Setelah wafatnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah kesepakatan mereka pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tidak dianggap sebagai ijma' dari segi keberadaannya sebagai dalil, karena dalil dihasilkan dari sunnah nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam baik dari perkataan atau perbuatan atau taqrir (persetujuan), oleh karena itu jika seorang shahabat berkata : "Dahulu kami melakukan", atau "Dahulu mereka melakukan seperti ini pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ", maka hal itu marfu' secara hukum, tidak dinukil sebagai ijma'.
5.      ( على حكم شرعي ) "terhadap hukum syar'i" yaitu kesepakatan mereka dalam hukum akal atau hukum kebiasaan, maka hal itu tidak termasuk disini, karena pembahasan dalam masalah ijma' adalah seperti dalil dari dalil-dalil syar'i.
                                                            PEMBAHASAN

2.      DASAR HUKUM IJMA’
Para ulama ushul fiqih mendasarkan kesimpulan mereka bahwa ijma’ adalah sah dijadikan sebagai landasan hukum kepada berbagai argumentasi antara lain:
1.      Qs.annisa: 115

“ Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang Telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”.
Ayat tersebut mengancam golongan yang menentang Rasulullah dan mengikuti jalan orang-orang yang bukan mukmin. Dari ayat tersebut dipahami, kata muhammad abu zahrah, bahwa wajib hukumnya mengikuti jalan orang-orang yang mukmin yaitu mengikuti kesepakatan mereka.

2.      Qs. Albaqarah; 143
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia." (QS. Al-Baqoroh : 143)
Maka firmanNya : "Saksi atas manusia", mencakup persaksian terhadap perbuatan-perbuatan mereka dan hukum-hukum dari perbuatan mereka, dan seorang saksi perkataannya diterima.

3.      Qs. Annisa:59
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)”
Ini Menunjukkan bahwasanya apa-apa yang telah mereka sepakati adalah benar.


4.      Hadits
Bila para mujtahid telah melakukan ijma' tentang hukum syara' dari suatu peristiwa atau kejadian, maka ijma' itu hendaklah diikuti, karena mereka tidak mungkin melakukan kesepakatan untuk melakukan kesalahan apalagi kemaksiatan dan dusta, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

                                                                                                                                   
Artinya: "umatku tidak akan bersepakat untuk melakukan kesalahan." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

5.      Akal pikiran
Setiap ijma' yang dilakukan atas hukum syara', hendaklah dilakukan dan dibina atas asas-asas pokok ajaran Islam. Karena itu setiap mujtahid dalam berijtihad hendaklah mengetahui dasar-dasar pokok ajaran Islam, batas-batas yang telah ditetapkan dalam berijtihad serta hukum-hukum yang telah ditetapkan. Bila ia berijtihad dan dalam berijtihad itu ia menggunakan nash, maka ijtihadnya tidak boleh melampaui batas maksimum dari yang mungkin dipahami dari nash itu.
Sebaliknya jika dalam berijtihad, ia tidak menemukan satu nashpun yang dapat dijadikan dasar ijtihadnya, maka dalam berijtihad ia tidak boleh melampaui kaidah-kaidah umum agama Islam, karena itu ia boleh menggunakan dalil-dalil yang bukan nash, seperti qiyas, istihsan dan sebagainya. Jika semua mujtahid telah melakukan seperti yang demikian itu, maka hasil ijtihad yang telah dilakukannya tidak akan jauh menyimpang atau menyalahi al-Qur'an dan al-Hadits, karena semuanya dilakukan berdasar petunjuk kedua dalil ltu. Jika seorang mujtahid boleh melakukan seperti ketentuan di atas, kemudian pendapatnya boleh diamalkan, tentulah hasil pendapat mujtahid yang banyak yang sama tentang hukum suatu peristiwa lebih utama diamalkan.





3.      OBJEK IJMA’
Obyek ijma' ialah semua peristiwa atau kejadian yang tidak ada dasarnya dalarn al-Qur'an dan al-Hadits, peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan ibadat ghairu mahdhah (ibadat yanng tidak langsung ditujukan kepada Allah SWT) bidang mu'amalat, bidang kemasyarakatan atau semua hal-hal yang berhubungan dengan urusan duniawi tetapi tidak ada dasarnya dalam al-Qur'an dan al-Hadits
4.       KEHUJJAHAN IJMA’
Jumhur ulama berpendapat bahwa apabila rukun-rukun ijma’ telah terpenuhi maka ijma’ disebut menjadi hujjah qhat,i wajib diamalkan dan tidak boleh mengingkarinya bahkan orang yang mengingkarinya dianggap kafir
Alasan jumhur ulama ushul fiqih yang menyatakan bahwa ijma’merupakan hujjah yang qhat,idan menempati urutan ke tiga sebagai hukum syara’ adalah:
1.      Qs. Annisa: 59


 Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu (Qs. Annisa: 59)”
Lafaz amr disini artinya urusan. Bebrbentuk umum. Meliputi urusan agama dan urusan duniawi. Uli ambri duniawi yaitu raja, pemerintah dan para wali. Uli ambri agama yaitu para mujtahid dan mufti. Sebagian ahli tafsir menafsirkan yang dimaksud dengan ulil ambri dalam ayat ini adalah ulama.dan sebagian lagi menafsirkan yaitu pemerintah dan para wali. Ulil ambri itu berkumpul dan memecahkan masalah tasyri’ para mujtahid itu harus diikuti dan hukum itu harus dilaksakan.
2.      Alasan jumhur ulama dari hadis adalah sabda rasulullah saw:
Artinya: "umatku tidak akan bersepakat untuk melakukan kesalahan." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Dalam hadis lain rasulullah saw bersabda: “saya mohon pada allah agar ummatku tidak sepakat melakukan kesesatan lalu allah mengabulkannya. (HR. Ahmad ibn hanbal dan Tabrani)
Lebih lajut rasulullah SAW bersabda: “ golongan umatku senantiasa berada dalam kebenaran yang nyata dan mereka tidak akan mendapat mudarat dari orang-orang yang berbeda pendapat dengan mereka (HR. Bukhari dan muslim)
Seluruh hadits itu menurut abdul wahab khallaf menunjukan bahwa suatu hukum yang disepakati oleh seluruh mujtahid sebenarnya merupakan hukum umat islam selurunya yang diperankan oleh para mujtahid mereka. Oleh sebab itu sesuai dengan kandungan hadits-hadits diatas tidak mungkin para mujtahid tersebut melakukan kesalahan dalam menetapkan hukum. Apabila seluruh umat telah sepakat melalui para mujtahid merekamaka tidak ada alasan untuk menolaknya.

5.      PEMBAGIAN IJMA’

Menurut Abdul Karim Zaidan, ijma’ terbagi menjadi dua yaitu ijma’ sharih (jelas) dan ijma’ sukuti (diam/persetujuan yang diketahui lewat diamnya sebagian ulama’).
a.       Ijma’ sharih (jelas), yaitu kesepakatan seluruh para mujtahid baik dengan perkataan atau perbuatan terhadap suata masalah tertentu, setiap para mujtahid menyampaikan pendapatnya dengan jelas. Ijma’ seperti ini langka terjadi, apalagi dalam suatu majlis yang dihadiri oleh semua mujtahid pada suatu masa tertentu, sebagaimana pendapat al-Nazzam bahwa ijma’ seperti ini tidak mungkin terjadi. Tetapi jumhur ulama’ ushul berpendapat apabila hal ini terjadi dan menghasilkan suatu kesepakatan maka bisa dijadikan sebagai  hujjah syar’iyah dengan tanpa khilaf dan kekuatan hukumnya bersifat qath’i.
b.      Ijma’ sukuti (diam), yaitu kesepakatan sebagian mujtahid dalam suatu permasalahan dan sebagian mujtahid yang lain tidak berpendapat (diam) dan tidak mengingkarinya. Ijma’ yang kedua ini, para ulama’ masih berselisih pendapat  apakah termasuk hujjah syar’iyah atau tidak:
Menurut Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah dianggap ijma’ dan hujjah qot’iyah karena diamnya sebagian mujtahid yang lain menunjukkan taslim dan sepakat terhadap permasalahan tersebut. Selain itu jika dilogikakan, bahwa ijma’ sharih yang harus disepakati oleh semua mujtahid yang hidup pada masa terjadinya ijma’ dan masing-masing mengemukakan pendapatnya serta menyetujui hukum yang ditetapkan, maka hal ini tidak mungkin terjadi karena biasanya ijma’ yang dikemukakan ulama’ berawal dari pendapat pribadi atau sekelompok mujtahid dan lainnya diam.
Lebih lanjut Abu Zahra menyatakan alasan yang dikemukakan oleh ulama Hanfiyah dan Hanabilah: Diamnya (sukut) para ulama tentang suatu hukum hasil ijtihad adalah setelah mempelajari dan menganalisis hasil ijtihad tersebut, dan mempelajari hasil ijtihad ulama lain adalah suatu kewajiban bagi para ulama’ dan jika mereka diam saja maka hal tersebut menunjukkan persetujuannya.
Menurut Al-Karkhiy dari madzhab hanafiyah dan Al-Amidi dari madzhab syafi’iyah bahwa ijma’ sukuti adalah hujjah dzanniyah.
Lebih lanjut Abu Zahra menyatakan alasan yang dikemukakan oleh ulama Hanfiyah dan Hanabilah: Diamnya (sukut) para ulama tentang suatu hukum hasil ijtihad adalah setelah mempelajari dan menganalisis hasil ijtihad tersebut, dan mempelajari hasil ijtihad ulama lain adalah suatu kewajiban bagi para ulama’ dan jika mereka diam saja maka hal tersebut menunjukkan persetujuannya.
Adalah tidak layak jika ulama atau ahli fatwa tidak mendengar adanya fatwa lain, dan ulama lain harus mempelajarinya dan menanggapinya jika ada kesalahan dalam hasil ijtihadnya. Disamping itu, apabila para ulama’ lain yang tidak mengeluarkan fatwa menganggap fatwa itu menyimpang dari nash atau metode yang digunakan tidak sesuai dan mereka diam maka mereka berdosa.

Silahkan baca juga >>>>:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
10 Khasiat dan manfaat Ayat Kursi: " 1. Sesiapa yang membaca ayat Kursi dengan istikamah setiap kali selesai sembahyang fardhu, setiap pagi dan petang, setiap kali masuk kerumah atau kepasar, setiap kali masuk ke tempat tidur dan musafir, insyaallah akan diamankan dari godaan syaitan dan kejahatan raja-raja (pemerintah) yang kejam, diselamatkan dari kejahatan manusia dan kejahatan binatang yang memudharatkan. Terpelihara dirinya dann keluarganya, anak-anak nya, hartanya, rumahnya dari kecurian, kebakaran dan kekaraman. 2. Terdapat keterangan dalam kitab Assarul Mufidah, barang siapa yang mengamalkan membaca ayat kursi, setiap kali membaca sebanyak 18 kali, inyaallah ia akan hidup berjiwa tauhid, dibukakan dada dengan berbagai hikmat, dimudahkan rezekinya, dinaikkan martabatnya, diberikan kepadanya pengaruh sehingga orang selalu segan kepadanya, diperlihara dari segala bencana dengan izin Allah s.w.t. 3. Seorang ulama Hindi mendengar dari salah seorang guru besarnya dari Abi Lababah r.a, membaca ayat Kursi sebanyak anggota sujud (7 kali) setiap hari ada benteng pertahanan Rasulallah s.a.w. 4. Syeikh Abul ‘Abas alBunni menerangkan: “Sesiapa membaca ayat Kursi sebanyak hitungan kata-katanya (50 kali), di tiupkan pada air hujan kemudian diminumnya, maka inysyaallah tuhan mencerdaskan akalnya dan memudahkan faham pada pelajaran yang dipelajari. 5. Sesiapa yang membaca ayat Kursi selepas sembahyang fardhu, Tuhan akan mengampunkan dosanya. Sesiapa yang membacanya ketika hendak tidur, terpelihara dari gangguan syaitan, dan sesiapa yang membacanya ketika ia marah, maka akan hilang rasa marahnya. 6. Syeikh alBuni menerangkan: Sesiapa yang membaca ayat Kursi sebanyak hitungan hurufnya (170 huruf), maka insyaallah, Tuhan akan memberi pertolongan dalam segala hal dan menunaikan segala hajatnya, dam melapangkan fikiranyan, diluluskan rezekinya, dihilangkan kedukaannya dan diberikan apa yang dituntutnya. 7. Barang siapa membaca ayat Kursi ketika hendak tidur, maka Tuhan mewakilkan dua malaikat yang menjaga selama tidurnya sampai pagi. 8. Abdurahman bin Auf menerangkan bahawa, ia apabila masuk kerumahnya dibaca ayat Kursi pada empat penjuru rumahnya dan mengharapkan dengan itu menjadi penjaga dan pelindung syaitan. 9. Syeikh Buni menerangkan: sesiapa yang takut terhadap serangan musuh hendaklah ia membuat garis lingkaran denga nisyarat nafas sambil membaca ayat Kuris. Kemudian ia masuk bersama jamaahnya kedalam garis lingkaran tersebut menghadap kearah musuh, sambil membaca ayat Kursi sebayak 50 kali, atau sebanayk 170 kali, insyaallah musuh tidak akan melihatnya dan tidak akan memudharatkannya. 10. Syeikul Kabir Muhyiddin Ibnul Arabi menerangkan bahawa; sesiapa yang membaca ayat Kursi sebayak 1000 kali dalam sehari semalam selama 40 hari, maka demi Allah, demi Rasul, demi alQuran yang mulia, Tuhan akan membukakan baginya pandangan rohani, dihasilkan yang dimaksud dan diberi pengaruh kepada manusia. (dari kitab Khawasul Qur’an)"